Kisah yang Tidak Tunggal

Tiba-tiba tertarik memperhatikan kisah-kisah asmara yang tidak tunggal dan seragam. Masing-masing memiliki variasinya sendiri. Kamandanu yang pendiam dan tidak berani mengungkapkan isi hatinya. Padahal ia memang memiliki rasa terhadap Nari Ratih. Kamandanu tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ratih menjadi geregetan sendiri atas sikap Kamandanu. Nari Ratih hanya menunggu, namun Kamandanu tidak bisa menangkap dan menerjemahkan sikap Nari Ratih.

Sampai di suatu waktu, Ratih dekat dengan Arya Dwi Pangga. Ratih menikah dengan kakaknya Kamandanu. Duh yaa.. Setelah Nari ratih, Dwi Pangga menodai Meisin dan Kamandanu yang menikahi Meisin. Sungguh hubungan yang rumit. Meisin pergi meninggalkan Kamandanu. Kemudian datanglah pendekar perempuan yang licah dalam kehidupan Kamandanu. Sakauni.

Tidak penting siapa berhubungan dengan siapa. Aku hanya menyukai sikap Kamandanu terhadap setiap hubungannya dengan seseorang. Entah itu dengan Nari ratih, Meisin, maupun Sakauni. Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Sikap Kamandanu sangat bijak dalam menghadapi persoalan. Termasuk perkara perasaannya. Sakauni ini lebih ngeri lagi. Gara-gara banget cintanya terhadap kamandanu, ia mewanti-wanti jangan sampai Kamandanu rujuk dengan meisin. Meski Sakauni sudah meninggal.

Kamandanu benar-benar ksatria yang barangkali dianggap para perempuan sebagai orang yang tidak memiliki hati. Meisin secara terang-terangan menawarkan diri supaya Kamandanu kembali dengan meisin. Sikap Kamandanu hanya dingin dan datar. Membuat Meisin seperti orang yang tertolak sebelum menembak. Sakitnya tuh di sini. Mesakne banget Meisin.

Kisah favorit lain adalah cerpen “Setelah Kau Menikahiku” yang memenangkan perlombaan yang diadakan Femina. Tokohnya Upit dan Idan. Mereka teman akrab sejak SMA sampai bekerja. Di usia Upit yang berada di angka 30-an, ia semakin mengalami teror-teror sosial yang dilancarkan keluarga maupun teman-temannya. Teror dengan satu kalimat pertanyaan “Kapan menikah?” Upit menyangsikan lembaga pernikahan dengan berbagai macam kekhawatirannya sebagai seorang perempuan.

Untuk mencari jawaban dari dua pertanyaan Upit, Idan mengajak Upit untuk melakukan pernikahan simulasi. Nikah bo’ong-bo’ongan. Mencari jawab atas ketidakpercayaan Upit pada ras laki-laki dan ketidakmengertian Upit kenapa ia butuh suami. Kalau Upit merasakan manfaat dari lembaga pernikahan, ia boleh bercerai dari Idan dan menikah dengan orang lain. Tapi kalau ternyata ia dirugikan oleh lembaga ini, ia bisa bercerai dari Idan dan hidup mandiri sampai hayat terlepas dari badan. Ini kayak cerita-cerota di film-film Korea semacam Full House, Prime Minister, dan yang sealiran.

Menjelang ulang tahun pernikahan, Pram datang ke dalam kehidupan Upit. Pram ini mantan Upit yang dengannya, Upit merasa hidupnya terasa bergairah. Upit kasmaran lagi terhadap Pram karena mereka berdua memiiki kegemaran yang sama. Sama-sama suka ke pameran seni dan menyukai barang antik. Beberapa perkara yang tidak bisa dipahami Idan. Karena bagaimana pun, Idan adalah orang datar yang tidak pandai mengekspresikan keromantisannya.

Panjang dah ceritanya. Idan yang gokil merelakan Upit kembali pada Pram. Idan mengerti betul pria macam apa yang digandrungi Upit. Lelaki aktivis yang jago orasi, ketua osis. Jiwa-jiwa yang tidak dimiliki Idan. Upit harus memberi keputusan yang cepat pada Pram karena Pram mau balik ke Jerman. Di telpon, Upit mengatakan bahwa ia tidak bisa kembali ke Pram meski ia sangat cinta padanya. Di depannya, jelas-jelas ada orang yang menawarkan kebahagiaan pada Upit, tapi ia tetap berpikiran waras. Tidak kalap. Duh. Cerita di buku-buku memang menarik karena kita bisa merekanya sesuai dengan apa yang kita mau.

Sekarang beranjak menuju kisah yang terjadi dalam kehidupan nyata. Kisah temanku sendiri yang tahun lalu telah menikah dengan lelaki idaman. Semula, Mbak Ann (bukan nama sebenarnya) dekat dengan salah satu teman sekolahnya. Tiba-tiba, si teman mengajaknya menjalin hubungan. Mbak Ann tidak mau ribet dan bermain-main dengan perasaannya sehingga ia meminta temannya untuk datang ke rumah orang tuanya. Si teman laki-laki ini menyanggupi akan datang jika sudah keterima S2 dan blablabla. Ia mengemukakan banyak alasan. Sampai datang suatu masa, dimana Mbk Ann merasa tertimpa reruntuhan langit. Si teman ingin mengakhiri hubungannya karena ibunya tidak memberikannya izin. Alasan yang tidak cukup kuat, menurut Mbak Ann. Klise banget kan???

Mbak Ann saat itu sedang di kereta menuju Jogja. Setibanya di Jogja, ia menginap di kost salah satu temannya. Ia menangis sehari-semalam, matanya gedhe-gedhe, tidak doyan makan. Aku dan Mbk Iin meledekinya sedemikian rupa. Mencoba mengajak Mbk Ann untuk berpikir realistis. Memang kadang kita memiliki perasaan yang berlebih pada seseorang. Kalau sudah begitu, kita juga dapat patah hati dengan berlebih pula. Tapi kita telah dibekali Tuhan untuk mengendalikannya. Ada rasa, ada kendali.

Seperti penjelasannya Cak Kuswaidi Syafi’i, bahwa Kanjeng Nabi memiliki cinta yang besar terhadap Gusti Allah. Namun, cinta yang besar tersebut tidak menjadikan Kanjeng Nabi bersikap aneh seperti wali-wali yang kita ketahui ceritanya dari buku maupun penuturan orang lain. Kanjeng Nabi memiliki rasa yang sedemikian besar, namun kendali beliau juga besar. Memahami dengan adanya rasa dan kendali, kita bisa menyikapi perasaan dengan seimbang.

Dalam keadaan putus asa dan tidak terlalu memikirkan wong lanang, Mbak Ann dikenalkan bu nyainya pada lelaki yang belum dikenalnya dengan baik. Padahal dulu sepondok. Kalau dilihat dari ceritanya, Mbk Ann telah menemukan separoh jiwanya. Lelaki yang bersikap kepada istrinya sebagaimana mestinya. Ini yang membuat Mbak Ann selalu berbunga-bunga dan juatuh cinta pada suaminya. Eeea. Statusnya lebai poll. Di wa aja, statusnya “Love u kakanda cinta.” Batinku yang tidak begitu memahami, “cinta gundull Mbaaak”. Hehe. Piss Mbak!

 

Asrama Mahasiswa, Matraman Dalam II, Jakarta Pusat

23 Maret 2017 (11:58)

Tinggalkan komentar